Rabu, 04 Januari 2012

"Teologi Al-Ma'un"


oleh Ahmad Rizky Mardhatillah Umar pada 16 Oktober 2011 jam 12:04
"Partai politik yang terlampau banyak makan dari anggaran rakyat, harus diingatkan dengan Surah Al-Ma'un agar berhati-hati, jangan menjadi pendusta agama!"

http://photos-h.ak.fbcdn.net/hphotos-ak-snc7/299408_2304206498145_1638747810_2273221_1296556620_a.jpgcourtesy of immugm.web.id
KH Ahmad Dahlan pernah mengajarkan sebuah surah dalam Al-Qur'an secara berulang-ulang. Di setiap forum pengajian, beliau tak bosan-bosan mengulang ayat tersebut untuk dibahas, dikaji bersama murid-muridnya. Salah satu di antara murid beliau itu adalah KH Syuja', yang kemudian kita kenal sebagai salah satu pimpinan teras Muhammadiyah pasca-KH. Ahmad Dahlan. Sudah beberapa pertemuan membahas surah pendek di penghujung Al-Qur'an itu.

Karena dilanda rasa penasaran, KH Syuja' mencoba untuk bertanya, mengapa Kyai Dahlan terus-menerus, secara berulang-ulang, membahas ayat itu. Tetapi KH Ahmad Dahlan bertanya balik: "Sudahkah ayat tersebut diamalkan?"

***

Jika ada ayat yang menjadi landasan bagi gerakan-gerakan sosial dalam Islam, itulah Al-Ma'un. Surah ini pendek, ayatnya tidak banyak, hanya sekitar tujuh ayat. Tapi maknanya yang menggetarkan dada, tidak sekadar menjadi bacaan di kala shalat fardhu, melainkan juga memberikan inspirasi-inspirasi untuk melahirkan sebuah kesadaran kolektif: kesadaran atas realitas sosial yang timpang.

Al-Maun dibuka dengan sebuah pertanyaan -lebih tepatnya sindiran: Tahukah engkau dengan para pendusta agama? Frase yang digunakan oleh Al-Qur'an terasa sangat menohok: "pendusta agama". Kita tentu akan penasaran: siapakah mereka yang dihardik oleh Al-Qur'an dengan ungkapan "pendusta agama" itu?

Ayat kedua dan ketiga memberikan penjelasan. Pertama, orang yang menghardik anak yatim (ayat 2).Kedua, menolak memberi makan orang miskin (ayat 3).

Buya Hamka memberi tafsir atas ayat ini dengan kata "menolakkan". Di  dalam ayat kedua  tertulisyadu'-'u  (dengan tasydid), artinya yang asal ialah menolak. Kata tersebut ditafsirkan orang lain dengan "menghardik" atau sejenisnya, tetapi kata Hamka yang lebih tepat adalah "menolakkan". Kata "menolak" itu bermakna  membayangkan kebencian yang sangat.

Artinya, jika seseorang merasa benci dengan anak yatim karena keyatimannya, berarti ia mendustakan agama. Sebabnya ialah rasa sombong dan rasa bakhil, menurut Hamka. Membenci anak yatim berarti membenci keber-asal-an Nabi Muhammad. Sebab, Nabi adalah anak yatim, yang dipinggirkan oleh keluarganya, hidup dengan menggembala, berkutat dengan kemiskinan di masa kecilnya.

Islam adalah agama yang sangat menghargai kesetaraan; egaliterisme. Islam menolak stratifikasi sosial-ekonomis; yang berarti meminggirkan orang miskin dan anak yatim dalam sistem sosial yang bertingkat. Anak yatim adalah mereka yang malang; tak mampu mengelak dari takdir bahwa kasih-sayang yang ia terima akan jauh, disebabkan oleh ayah dan ibu mereka yang telah tiada. Atau, tidak memberi porsi perhatian kasih-sayang pada kita.

Menghardik anak yatim adalah refleksi kesombongan-diri. Merasa diri lebih baik. Dan Allah menolak kesombongan. Oleh sebab itu, mereka yang sombong dan bakhil -seperti kata Hamka- dengan menghardik anak yatim sebagai simbolisasi, patut diucap sebagai "pendusta agama".

Ayat selanjutnya menjelaskan mengenai "menolak memberi makan orang miskin". Ini juga penting sebab mengindikasikan adanya distribusi kekayaan di antara umat Islam. Mereka yang menolak menyalurkan kekayaannya untuk orang miskin termasuk yang mendustakan agama.  Karena dia mengaku menyembah Tuhan,padahal hamba Tuhan tidak diberinya pertolongan dan tidak dipedulikannya.

Benar. Implikasi dari tauhid adalah menegakkan keadilan di segala bidang. Al-Ma'un bicara soal ekonomi. Mereka yang menolak memberi makan orang miskin, padahal ia memiliki harta-benda yang bisa meringankan penderitaan orang miskin. Mereka yang kemudian menolak mendistribusikan kekayaannya dengan tidak mau memberi makan orang miskin, berarti menolak visi keadilan yang Islam tawarkan.

Az-Zamakhsyari menulis dalam tafsimya, mengapa orang yang menolak memberi makan orang miskin dan menolak anak yatim dikatakan mendustakan agama. Kata beliau:  "Orang ini nyata mendustakan agama.  Karena dalam  sikap dan  laku perangainya dia mempertunjukkan bahwa dia tidak percaya inti agama yang sejati, yaitu bahwa orang yang menolongsesamanya yang lemah akan diberi pahala dan ganjaran mulia oleh Allah. Sebab itu dia tidak mau ber­buat ma'ruf dan sampai hati menyakiti orang yang lemah".

Menolak memberi makan orang miskin adalah cermin dari mereka yang zalim, menindas orang lain. Al-Qur'an sendiri melarang kezaliman, melarang penindasan manusia atas manusia. Jelas, pesan dari ayat ini adalah menentang penindasan dengan perbuatan menolak memberi makan orang miskin, menghalangi haknya untuk tetap hidup dan mendapatkan makanan yang layak.

Dan ini menunjukkan pula bahwa Islam adalah bervisi kemanusiaan. Dan visi kemanusiaan ini harus diterjemahkan ke dalam amal nyata. Dengan memberi makan orang miskin yang memerlukan, dan mengutamakan sifat individualis, berarti seseorang telah melanggar visi kemanusiaan. Ialah "pendusta agama". Agama bukan hanya bersifat vertikal, terkungkung dan terpenjara di mesjid. Agama ialah kemanusiaan yang membebaskan dan mencerahkan.

Itulah potret-potret pendusta agama. Ayat berikutnya, dengan lebih lantang, mengatakan pada kita: Maka celakalah orang-orang yang salat! Bagaimana mungkin, pengabdian transendental seorang muslim, melalui shalatnya kepada Allah, disebut sebagai perbuatan yang tidak hanya sia-sia, tapi juga mencelakakan?

Ada tiga parameter celakanya (wail) orang-orang yang shalat (ayat 4-7). Pertama, mereka yang lalai dalam shalatnya (ayat 5). Kedua, mereka yang berbuat riya' (ayat 6). Ketiga, mereka yang menolak memberi pertolongan.

Buya Hamka menafsirkan bahwa "lalai" berarti shalat tanpa diikuti oleh kesadaran sebagai hamba Allah. Kata Buya Hamka: "Saahuun; asal arti katanya ialah lupa. Artinya dilupakannya apa maksud sembahyang itu, tidak didasarkan atas pengabdian kepada Allah, walau ia mengerjakan ibadah. Ibadah tanpa kesadaran, adalah sebuah kelalaian, begitu tafsir Buya Hamka. Kesadaran penting, manakala kita melakukan purifikasi atas niat beribadah itu.

Mereka yang berbuat riya' berarti menodakan niat ikhlasnya pada sesuatu yang bukan pada Allah; menisbatkan sesuatu yang seharusnya dipersembahkan pada Allah -shalat, ibadah- justru kepada benda ciptaan Allah. Shalat dalam kerangka ini hanya membawa kecelakaan. Kata Buya Hamka, kadang-kadang dia menganjurkan memberi makan fakir miskin, kadang-kadang kelihatan dia khusyu' sembahyang; tetapi semuanya itu dikerjakannya karena ingin dilihat, dijadikan reklame. Dalam bahasa yang lebih moderen, shalat hanya dijadikan citra; untuk kekuasaan, untuk amal keduniaan.

Menolak memberi pertolongan adalah bentuk kezaliman yang lain lagi. Orang-orang yang mendustakan agama selalu mengelakkan dari menolong. Sebab, kata Buya Hamka, tidak ada rasa cinta di dalam hatinya. Yang ada ialah rasa benci! Memberi pertolongan adalah wujud kemanusiaan. Dan menolak memberi pertolongan, membiarkan orang lain dalam kesusahan, melawan hakikat kemanusiaan.

Riya', kata Buya Hamka, adalah simbol kebohongan dan kepalsuan, sementara menolak memberi bantuan adalah simbol individualisme dan kezaliman. Dua-duanya, adalah refleksi pendusta-pendusta agama. Sehingga, wajar jika Sayyid Quthb dalam tafsirnya menyebut bahwa Al-Ma'un memperlambangkan pertemuan dimensi sosial dan ritual agama. Ini menunjukkan bahwa agama pada hakikatnya bersifat transformatif, mewujud ke seluruh sel-sel kehidupan nyata.

*****

Surah Al-Ma'un memberikan pesan yang mendalam bagi kita untuk tidak melupakan realitas kemanusiaan, tidak melupakan orang-orang miskin, anak-anak yatim, mereka yang perlu pertolongan, mereka yang terpinggirkan. Untuk itulah KH Ahmad Dahlan memberikan pertanyaan yang sangat reflektif: sudahkah ayat ini diamalkan?

Mengamalkan surah Al-Ma'un bukan berarti hanya membaca ayat ini berulang-ulang, di shalat-shalat fardhu, ketika sedang ber-tadarrus Al-Qur'an. Perilaku ini sesungguhnya disindir tajam oleh KH Ahmad Dahlan. Mengamalkan Al-Ma'un berarti mendudukkan ayat ini dalam praksis tindakan. KH Ahmad Dahlan mencontohkan dengan memberi makan fakir miskin, membuka sekolah-sekolah bagi kaum pribumi, mendirikan penolong kesengsaraan umum (PKU).

Dengan ayat ini, Islam menjadi hidup tidak hanya pada tataran ritual, tetapi juga pada tataran sosial. Islam menjadi bersifat dinamis, transformatif. Ia bukan hanya prasasti yang hanya berisikan tulisan-tulisan yang hanya dibaca oleh orang-seorang, tetapi juga hidup sebagai etika sosial.

Seperti kata Nabi, "ad-diinu nashihah". Agama adalah nasehat! Al-Ma'un memberi sebuah penyemangat untuk terus mendudukkan Islam dalam posisinya yang dinamis, di aras intelektual-sosial-kritis. Teologi Kritis Al-Ma'un ingin menghidupkan kembali semangat agama yang membebaskan dan mencerahkan, dalam realitas sosial secara nyata.

Hidupnya Islam dalam tataran sosial ini yang mencerminkan modernisasi Islam sebagaimana dipraktikkan oleh Muhammadiyah. Di awal kelahirannya, Islam dilanda kejumudan, gersang akan ijtihad dan dobrakan amal sosial. Syekh Muhammad Abduh sampai mengatakan, "Al-Islam mahjuubun bil muslimin". Islam itu tertutup oleh kaum muslimin itu sendiri.

Gersangnya intelektualisme Islam itu membuat beberapa orang di tanah air yang baru pulang menuntut ilmu di  terpanggil untuk membenahi keadaan. Di antara kaum muda muslim tersebut ialah Muhammad Darwisy, putera KH Abubakar, khatib di Mesjid Kauman Yogyakarta yang menuntut ilmu di Mekkah. Di sana ia bersentuhan dengan pemikiran Muhammad ibn Abdul Wahhab dan Muhammad Abduh, serta banyak belajar dengan Syekh Ahmad Khatib Minangkabau, seorang ulama bermazhab Syafi'i yang menjadi imam di Mesjidil Haram.

Sekembalinya beliau ke tanah air, kenyataan tak seperti yang beliau idealkan di tempat belajar. Takhayul, Bid'ah, dan Churafat merajalela. Struktur sosial menempatkan kaum pribumi di level terbawah. Kemiskinan di mana-mana. KH Ahmad Dahlan terdorong untuk melakukan gebrakan. Bagaimana caranya? Ia kemudian menjawabnya dengan surah Al-Ma'un di atas.

Dan teologi Al-Ma'un menginspirasi perkembangan sebuah gerakan sosial Islam waktu itu. Muhammadiyah tidak hanya menjelma menjadi sebuah gerakan keagamaan yang bervisi dakwah amar ma'ruf nahyi munkar, tetapi juga gerakan sosial yang bervisi kemanusiaan. Perpaduan antara gerakan Islam dan gerakan sosial inilah yang menjadi ciri khas gerakan modern Islam abad itu.

Al-Ma'un menjadi panduan praksis gerakan sosial Islam. Sebuah ayat yang menyindir para kapitalis, yang hanya mementingkan diri untuk kapital semata. Das ding an sich, kalau mengutip Nietzsche. Ayat ini sesungguhnya melakukan kritik tajam atas kapitalisme yang menindas para pekerja, tanpa memedulikan kemiskinan di sekitarnya.

Jauh sebelum Marx melakukan kritik-kritik tajam atas kapitalisme industrial yang menindas, Al-Qur'an sudah berbicara: Jika engkau ingin menindas orang lain, dalam praktik-praktik akumulasi modal dan motif ekonomi, sesungguhnya: engkau adalah pendusta agama! Sebuah kritik tajam kepada pemodal yang tak memedulikan lingkungan sosialnya.

Jika kita geser ke ranah ontologis, maka Al-Ma'un adalah inspirasi intelektual yang kritis-emansipatoris. Menjadi intelektual Al-Ma'un berarti menjadi intelektual yang memiliki keberpihakan kepada kaum tertindas, bukan menjadi mereka yang hanya melegitimasi sistem korup. Inilah potret intelektual profetik, intelektual yang punya keberpihakan terhadap anak yatim, orang-orang miskin, dan mereka yang terpinggirkan dengan alat baca sosial yang kritis.

Semangat intelektualisme dalam bingkai teologi Al-Ma'un dapat kita baca dalam kerangka berpikir Prof. Kuntowijoyo: bahwa Ilmu sosial tidak berhenti hanya pada upaya menjelaskan fenomena sosial. Ilmu Sosial profetik, Ilmu Sosial Al-Ma'un, berarti juga setidaknya memiliki dimensi kritis, mampu meletakkan diri dengan keberpihakan kepada mereka yang terpinggirkan oleh struktur sosial-politik, serta membongkar realitas secara menyeluruh.

Tujuannya adalah untuk menegaskan pilar kemanusiaan yang diemban, untuk membawa manusia darizhulumaat (kegelapan) menuju nuur (cahaya). Inilah semangat intelektual Al-Ma'un: intelektual yang membawa visi pembebasan kaum miskin dan kesetaraan sosial.

Dengan demikian, jika kita kontekstualisasikan semangat Al-Ma'un dalam kerangka ilmu sosial, kita perlu menumbuhkan jiwa-jiwa kritis terhadap realitas sosial. Artinya, kita perlu memaknai kembali riset-riset sosial yang kita lakukan. Untuk apa riset itu kita lakukan? Apakah riset sekarang hanya menjadi sebuah "citra" untuk mendapatkan pengakuan akademis? Ataukah hanya sekadar memenuhi hibah-hibah akademis yang disajikan di kampus-kampus?

Semoga tidak. Riset sosial, mengacu pada semangat intelektual Al-Ma'un, adalah jalan untuk mengetahui realitas sosial secara lebih baik.

*****

Jika dulu KH Ahmad Dahlan mempraksiskan Al-Ma'un dengan mendirikan rumah sakit untuk kaum pribumi (PKO), sekolah-sekolah rakyat yang mengimplikasikan kaum pribumi dapat pendidikan yang setara orang Belanda, atau panti-panti asuhan anak yatim, saat ini mungkin perlu ada perluasan.

Teologi Al-Ma'un juga perlu dimaknai dalam kerangka struktural, sebab penindasan itu juga bersifat struktural. Neoliberalisme telah melahirkan kesenjangan antara "yang-kaya" dan "yang-miskin", hegemoni pasar telah melumpuhkan mereka yang tak bermodal.

Upaya-upaya pembelaan perlu digalakkan melalui masyarakat sipil dengan advokasi dan pemberdayaannya. Teologi Al-Ma'un berarti advokasi; pembelaan atas hak-hak masyarakat yang terlupakan oleh negara. Muhammadiyah, mengutip Saleh Partaonan Daulay, adalah kekuatan masyarakat sipil. Peran-peran ini perlu diampu semua elemen, tidak hanya Muhammadiyah, yang memang independen dari negara, bebas dari relasi-kuasa yang diciptakan negara.

Dan sebab itu, kritik terhadap negara juga adalah kemestian. Partai politik yang tidak berpihak pada kaum miskin, yang memonopoli proyek anggaran untuk kepentingan golongan sendiri, yang bertindak kontraproduktif dengan iklim pemberantasan korupsi, yang justru melakukan korupsi di tengah kesusahan bangsa, harus diingatkan dengan Surah Al-Ma'un ini: hai para politisi korup, janganlah engkau menjadi pendusta-pendusta agama!

Kita hidup di tengah hegemoni partai-partai, yang bahkan sudah menjamah media-media massa sebagai juru bicaranya. Partai-partai yang hidup dari anggaran, menjadikan parlemen dan kementerian sebagai bancakan proyek. Kepada mereka, perlu kita ingatkan dengan Surah Al-Ma'un: jangan lupakan orang-orang fakir dan miskin agar tidak jadi pendusta agama. Partai politik yang terlampau banyak makan dari anggaran rakyat, harus diingatkan dengan Surah Al-Ma'un agar berhati-hati, jangan menjadi pendusta agama!

Dalam konteks gerakan sosial, Al-Ma'un harus terus direvitalisasi oleh gerakan-gerakan Islam sebagai sebuah fondasi teologis. Inilah yang membuat agama hidup. Agama secara normatif bukan sekadar ritual yang mengalienasi manusia dari realitas sosialnya, bukan juga candu bagi rakyat, melainkan juga semangat juang dan semangat untuk membebaskan dhu'afa dan masakin dari ketertindasan.

Pada 8 Dzulhijjah ini, Muhammadiyah akan memperingati miladnya yang ke-102. Pertanyaan yang perlu kita refleksikan, sudah sejauh mana teologi Al-Ma'un ini direvitalisasi kembali?

****

Syahdan, ketika ditanya oleh muridnya, KH Syuja', mengenai surah Al-Ma'un yang diajarkan secara berulang-ulang itu. KH Ahmad Dahlan bertanya kembali, “Apakah sudah mengamalkan?”. KH Syuja' menjawab, "ya, sudah kami amalkan dalam shalat sehari-hari". Maksud Kyai Syuja', sudah dipraktikkan dalam shalat, dibaca sehari-hari.

Tapi ternyata maksudnya bukan itu. Akhirnya, KH Ahmad Dahlan menjelaskan maksud mengamalkan surat al-Ma’un. Menurut beliau, mengamalkan bukan sekadar menghafal atau membaca ayat tersebut. Namun, mengamalkan berarti mempraktikkan al-Ma’un dalam bentuk amalan nyata.

“Oleh karena itu", lanjut KH Ahmad Dahlan, “carilah anak-anak yatim, bawa mereka pulang ke rumah, berikan sabun untuk mandi, pakaian yang pantas, makan dan minum, serta berikan mereka tempat tinggal yang layak. Untuk itu pelajaran ini kita tutup, dan laksanakan apa yang telah saya perintahkan kepada kalian".

KH Ahmad Dahlan lantas mengajak murid-muridnya mencari anak yatim, dan kemudian melaksanakan apa yang sudah difirmankan Allah tersebut. Dari sana, lahirlah Muhammadiyah dengan amal usahanya, yang kini telah genap melampaui satu abad usianya dengan Muktamar di Yogya tahun lalu.

Inilah teologi Al-Ma'un, landasan bagi gerakan sosial Islam. Dan dimensinya yang universal menembus batas jama'ah, menembus batas ormas, bahkan menembus batas-batas agama. Fastabiqul Khairat.

Kapita Selekta POM UNJ


“Hidup adalah soal keberanian, menghadapi yang tanda tanya..
Tanpa kita bisa mengerti, dan tanpa kita bisa menawar..
Hadapilah dan terimalah..”
#gie, aktivis mahasiswa tahun 60-an

Hasil audiensi Ke Persatuan Orang tua Mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (POM UNJ)
Jum’at, 21 Oktober 2011

 Visi POM UNJ
·         Bersama civitas akademika meningkatkan citra Universitas Negeri Jakarta (UNJ) menuju tercapainya tujuan pendidikan nasional;
·         Bersama Universitas Negeri Jakarta (UNJ) membangun bangsa yang beriman, bertaqwa, adil, makmur, dan sejahtera.
Misi POM UNJ
·         Membantu universitas menunjang suasana belajar mengajar, terutama dari segi bantuan dana dan ide-ide;
·         Melayani mahasiswa dalam bentuk kegiatan-kegiatan;
·         Membantu Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dalam 5 K;
·         Membantu badan-badan usaha;
·         Membantu kesulitan-kesulitan mahasiswa dalam mencapai cita-cita sesuai dengan kemampuan POM UNJ.
Sejarah Singkat
POM UNJ berdiri di UNJ pada masa pimpinan Prof. Koni Setiawan yang sekaligus menjadi pelopor dari adanya stakeholder ini, dengan tujuan dan harapan agar terbentuk suatu wadah yang dapat menjadi  perwakilan orang tua mahasiswa di kampus sehingga dapat membantu memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh mahasiswa meliputi segala bentuk dan tentunya sesuai dengan kemampuan POM UNJ. Kemudian Brigjen Ishak terpilih menjadi Ketua POM UNJ pertama.
Di dalam tubuh POM UNJ sendiri terdapat anggota dan pengurus. Perangkat pengurus POM UNJ tidak terlalu berbeda dengan perangkat organisasi atau lembaga pada umumnya, dalam tubuh kepengurusan POM UNJ dikenal struktur dan perangkat berupa ketua, bendahara, sekretaris, divisi sekretariat, dan anggota. Dengan pembagian proporsi perangkat ketua dan sekretaris haruslah berasal dari luar kalangan UNJ sedangkan bendahara dan divisi sekretariat berasal dari kalangan UNJ. Anggota POM UNJ merupakan orang-orang yang duduk memegang jabatan Pembantu Dekan III (PD III) pada tiap-tiap fakultas yang ada di lingkungan UNJ.

Orang-orang mungkin mengira bahwa jobdesc POM UNJ hanyalah sebagai pemberi dana bantuan untuk kegiatan kemahasiswaan atau sebagai pemberi pinjaman apabila kita tak mampu membayar kuliah tepat pada waktunya. Namun ternyata jobdesc POM UNJ tidaklah sesempit itu, POM UNJ memliki fungsi sebagai orang tua kita di kampus dan sebagai pihak yang memberi  perhatian kepada mahasiswa, POM UNJ menerima konsultasi mahasiswa dan lain-lain, berikut merupakan kebijakan-kebijakan POM UNJ untuk melayani dan membantu mahasiswa dalam kehidupan kampus, yaitu
·         Kesejahteraan, biasanya dalam bentuk beasiswa bagi mahasiswa, bantuan duka cita, bantuan pinjaman tanpa bunga bagi mereka yang kesulitan bayaran,dll;
·         Bantuan kegiatan, biasanya ditujukan untuk organisasi kemahasiswaan, baik opmawa maupun ormawa dari tingkat jurusan sampai tingkat universitas;
·         Sarana
·         Penelitian
·         Bantuan luar negeri
·         Bantuan insidental
Ketua POM UNJ saat ini adalah H. Refrizal
Bendahara yaitu Arifin maksum, M.Pd
Sekretaris yaitu Muslih, M.Pd
Divisi Kesekretariatan yaitu sudrajat* dan supri

Studi Material Komposit Magnesium Grafit (Mg/Cg) Terhadap Sifat Penyimpan Hidrogen (Hydrogen Storage)


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar belakang
Hidrogen merupakan energi memiliki banyak kelebihan.Diantaranya adalah ringan, tersedia melimpah di alam, ramah lingkungan, serta dapat diperbaharui.Sifat hidrogen sangat reaktif, mudah terbakar dan meledak. Oleh karena itu masalah penyimpanannya menjadi persoalan yang perlu dpehatikan. Beberapa alternatif penyimpanan yang sudah dilakukan diantaranya adalah dengan mengompres di dalam tabung, (compressed hydrogen gas / CHG), hidrida logam (metal hydride), hidrogen cair dalam tangki, karbon penyerap hidrogen, dan di dalam ammonia[1].
Tabel 1. Hasil penelitian paduan magnesium sebagai penerap hidrogen[1]

No
Nama peneliti
Bahan
Metode pembuatan
Hasil
keterangan
1
Shin-ichi
Orimo
Mg-Ni
MA
1,6 wt %, 448K
1998
2
K. Ikeda
Co , Cu
substitution on MgNi
-MA dari
Mg2Ni + Co dan Cu
RT, 1.25 wt % utk Co
RT, 1.2 wt % utk Cu
1998
3
K.Yamamo
To
MgNi
-MA
0.005-3 Mpa, 473K, 1.45 wt %
1999
4
JLBobet
Mg-M (Co, Ni,
Fe)
-RMA
Mg-Co, 350°C, 1.1MPa, 5wt %
2001
5
N.
Terrasita
(Mg1-xCax)Ni2
-melt
313K, 3.5MPa, 1.4 wt% (H/M~0.7)
2001
6
Liquan Li,
Mg2Ni
-Hydriding
combustion
579-623K, 1.1MPa, 3.4-3.6 wt %
2001
7
Huabin
Yang,
Mg2Ni0.75Co0.25
- BM
diffusion
- 0.06 M NH4F
250°C, H/M =1.18
2000
8
T. Spassov
Mg1.9M0.1Ni
(M=Ti, Zr, V)
MA
250°C,  0.015 MPa, 3,0 wt %
2003

9
Hai-Liang
Chu
Mg2Co
MA
80°C, 3 MPa, 2,1 wt %
2006
10
Hai-Liang
Chu
Mg45Ni5Co50
MA
80°C, 3 MPa, 1,7 wt %
2006
11
L.Xie
Mg2Ni
HPMR
300°C, 4MPa, 2,6 wt%
2007
12
L.Xie
Mg2Ni0.90Co0.1
HPMR
300°C, 4MPa, 2,6 wt%
2007
13
I. Gonzalez
Mg2Co
MA
425°C, 5,9MPa, 4,0wt%
2008


Mayoritas hidrogen saat ini diproduksi dari bahan bakar fosil, baik melalui prosesreforming minyak bumi, gas alam, maupun gasifikasi batubara. Reaktor nuklir merupakansarana terbaik untuk memproduksi hidrogen secara ekonomis karena tidak menggunakan bahandasar fosil tetapi dari air yang dipecah (water splitting) maupun diproses secara kimia yangdikenal sebagai siklus sulfur-iodida dan siklus hibrida[2].
Hidrogen merupakan sarana ideal untuk media simpan, transpor dan konversi energy dengan  tujuan untuk pengembangan konsep energi bersih serta bebas emisi[2].Pengoperasian dalam transportasi membutuhkan penyinpan hidrogen yang effektif  yang meliputi:
·         laju kinetic yang cepat (cepat mendapat dan melepas)
·         kapasitas penyimpan yang tinggi
·         transfer panas yang effektif
·         beratnya ringan dan volum jenisnya tinggi
·         siklus kehidupan yang panjang untuk absorsi dan depsorsi hidrogen[3].
Perbandingankapasitas penyimpanan dari berbagai metode ditampilkan pada Tabel 1.1.

Tabel 2.kapasitas hidrogen pada berbagai metode penyimpanan[1]
Storage
methode
Hydrogen
capacity
Energy capacity
Possible application
Areas
Gaseous 2
11.3 wt%
5.0 kW/kg
TR, CHP
Liquid H2
25.9 wt%
13.8 kW/kg
TR
Metal hydride
~2 - 5.5 wt%
0.8 – 2.3 kW/kg
PO, TR
Activated
Carbon
5.2 wt%
2.2 kW/kg
-
Zeolites
0.8 wt%
0.3 kW/kg
-
Nanotubes
4.2 - 7 wt%
1.7 – 3.0 kW/kg
PO, TR
Fullerenes
~6 wt%
2.5 kW/kg
PO, TR
Chemical
8.9 – 15.1 wt%
3.8 – 7.0 kW/kg
All

Magnesium merupakan kandidat untuk media on-board storage hidrogen dalam bentuk padat karena material ini mampu menampung hidrogen sebesar 7,6% berat logam[1,6]. Pada penelitian sebelumnya, hasil hidriding serbuk magnesium ukuran partikel <0,3 mm dan<60 μm hanya mampu menyerap hidrogen sebesar 0,071% berat logam, karena permukaan partikel logam dipenuhi oleh oksigen[2].
Secara eksperiment telah ditemukan bahwa partikel yang lebih besar dari 75 μm, dalam proses hidriding menjadi sangat lambat ketika sekitar 30% dari sampel telah berubah menjadi MgH2 dan pada akhirnya partikel tidak berakasi dengan inti logam magnesium[3].
Unsur katalis seperti grafit, logam transisi, logam transisi oksida serta nitrit bermanfaat dalam mengatur disosiasi molekul hidrogen, difusi atom hidrogen kedalam lapisan magnesium, dan hydride nukleasi. Selama partikel dihasilkan melalui milling area permukaan lebih fresh, dan tempat aktif untuk memberikan jalan mudah dalam proses difusi hidrogen[11]. Penambahan unsur katalis pun pernah dicoba pada penelitian sebelumnya. Dari hasil percobaan didapat pola diffraksi sinar-x yang menyatakan komposisi dari komponen grafit selama proses milling. Terdapat perbedaan degradasi yang signifikan antara percampuran magnesium grafit(Mg/Cg) dengan dan tanpa zat adiktif. Dan hasil Spektroskopi Raman pun membuktikan hasil dari mekanikal milling; struktur degradasi dari campuran grafit dengan penambahan benzena (Mg/Cg)Benzena dominan terjadi pada perpecahan kisi grafit. Sedangkan pada grafit tanpa penambahan benzena(Mg/Cg)none tidak selalu terdapat kerusakan[9].
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Hadi Suwarno dan kawan-kawan menyatakan bahwasintesis paduan hidrida logam pada awalnya dilakukan dengan metoda kering (dry method), dimana dua unsur dengan perbandingan stoikiometri tertentu dicampur dalam sebuah vial dalam suasana argon, kemudian di-milling dengan waktu tertentu. Namun, hasil yang diperoleh ternyata masih ada oksigen yang terjebak di dalam vial tersebut walaupun preparasi sampel berada di dalam glove box pada lingkunganargon. Magnesium merupakan bahan logam yang sangat reaktif dan sangat sensitif dengan kehadiran oksigen, sehingga magnesium ini sangat mudah berikatan dengan oksigen membentuk MgO. Dan senyawa MgO ini sangat tidak diinginkan kehadirannya. Untuk melindungi campuran tersebut agar tidakberinteraksi dengan oksigen, makaHadi Suwarno dan kawan-kawanmenambahkan zat adiktif yaitu toluena ke dalam campuran sehingga proses milling dilakukan dalam kondisi bercampur dengan toluen. Metode ini disebut dengan metode basah (wet method).[12]



B.  Identifikasi Masalah
Dari latar belakang diatas dapat diambil beberapa masalah yaitu:
  1. Berapakah tekanan yang efektif agar penyerapan hidrogen ke MgH2optimal?
  2. Apakah variasi berat magnesium grafit (Mg/Cg) berpengaruh terhadap sifat penyimpanaan hidrogen?
  3. Berapakah waktu yang dibutuhkan oleh ball milling untuk membuat campuran magnesium grafit (Mg/Cg) berukuran nano?
  4. Berapakah temperature yang dibutuhkan untuk proses absorpsi dan desorpsi hidrogen?
  5. Apakah toluene berpengaruh signifikan terhadap perubahan struktur magnesium grafit (Mg/Cg)?
6.      Apakah variasi berat ball milling mampu meningkatkan sifat penyimpanan hidrogenpada campuran antara Magnesium dan grafit?
  1. Bahan katalis apa yang paling baik sebagai katalis magnesium hydride (MgH2)?

C.  Perumusan Masalah
Berdasarkan masalah diatas maka dapat diambil beberapa masalah:
  1. Apakah variasi berat magnesium grafit (Mg/Cg) berpengaruh terhadap sifat penyimpanaan hidrogen?
  2. Apakah toluen berpengaruh signifikan terhadap perubahan struktur magnesium grafit (Mg/Cg)?

D.  Tujuan Penelitian
1          Mengetahui pengaruh sifat penyimpanan hidrogen pada campuran magnesium grafit (Mg/Cg) yang dimilling dengan menambahkan toluene.
2          Menganalisis perbandingan berat (wt%) antara magnesium dan grafit pada komposit Mg/Cg terhadap  kapasitas penyimpan hidrogen.
3          Dapat melihat komparasi sifat penyimpanan hydrogen antara campuran magnesiumdengan grafit dan magnesium dengan katalis lain
4          Mengetahi temperatur yang dibutuhkan untuk proses absopsi dan desopsi hidrogen pada campuran magnesium grafit (Mg/Cg) dengan ditambahkan toluena
5          Mengetahui sifat penyimpanan hidrogen dengan XRD, DTA, dan SEM

E.  Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1          Dihasilkan hydrogen storage berbahan Mg/Cg pada hydrogen.
2          Dapat mengetahui proses fisika dan kimia pada hydrogen storage.
3          Dapat mengetahui proses fisika dan kimia pada proses penyimpanan hydrogen.
4          Dapat mengetahui pengaruh penambahan zat adiktif (toluena) pada proses penghalusan Mg.
5          Penelitian ini dapat dijadikan salah satu referensi bagi penelitian hidrogen storage khususnya paduan magnesium grafit(Mg/Cg) kedepannya.