Rabu, 04 Januari 2012

Meneropong UNJ dari Hulu hingga Hilir


Mengawali diskusi hangat pada sabtu pagi itu dalam rangkaian acara Pelatihan Kepemimpinan Mahasiswa Universitas (PKMU) Universitas Negeri Jakarta (UNJ) tahun 2011, pembicaraan bermula dari rasa kegelisahan yang sama diantara semua mahasiswa-mahasiswa Universitas Negeri Jakarta bahwa saat ini, mereka semua sepakat bahwa Universitas Negeri Jakarta sedang dalam keadaan tidak baik.
Mengapa kegelisahan ini muncul? Saat ini Universitas Negeri Jakarta (UNJ) sedang melakukan pembangunan besar-besaran dalam hal materil dan fisik demi mengejar pamor Universitas Negeri Jakarta menjadi universitas berkelas internasional atau sering disebut World Class University, namun melupakan arti penting dari pembangunan UNJ menuju World Class University yaitu pembangunan pendidikan yang membebaskan, pendidikan yang memanusiakan manusia, dan pendidikan yang sesuai denga identitas bangsa. Bagi para pimpinan UNJ untuk dapat meningkatkan kualitas UNJ yang dibutuhkan paling utama hanyalah satu yaitu perbaikan seluruh infrastruktur dan suprastruktur kampus, kemudian modernisasi dan UNJ yang sekarang lebih mirip sebagai sebuah terminal dibanding kampus, untuk dapat menjadi sebuah komplek universitas dengan infrastruktur berwawasan internasional.
Untuk mewujudkan pandangan itu semua, dengan segala keterbatasan UNJ yang ada akhirnya harus dipaksa berlari dan instan agar realisasi dari pandangan tersebut segera dilaksanakan. Akibatnya sekarang UNJ berbondong-bondong mencari dana segar untuk biaya pembangunan. Hal ini menyebabkan mahasiswa menjadi objek vital korban eksploitasi pimpinan-pimpinan kampus melalui kebijakan-kebijakan yang diputuskan dengan tidak demokratis dan mahasiswa tidak dilibatkan dalam setiap proses pengambilan kebijakan.
Guru-guru besar UNJ sekarang tidak bisa berbuat banyak dan mereka lebih memilih untuk diam atas kondisi ini, pun juga dosen-dosen di lingkungan UNJ yang lebih banyak memilih untuk diam dan tidak mau tahu akan hal ini, karena mereka takut akan ancaman pemecatan, terasingkan, atau dimusuhi. Namun masih ada juga sebagian dosen yang tergerak atas kondisi ini sehingga sampai saat ini masih terus berani memberikan kritikan kepada para pimpinan UNJ.
Pembangunan besar-besaran yang tengah berlangsung di lingkungan UNJ akhirnya dibiayai oleh dana hutang dari Islamic Development Bank (IDB)  dan hal ini juga memunculkan berbagai tanda tanya, dengan apa UNJ membayar nantinya?
Sekarang pun sudah mulai terasa bentuk eksploitasi mahasiswa khususnya dalam hal uang-uang yang harus dibayarkan untuk dapat terus menempuh bangku-bangku pendidikan di lingkungan UNJ. Tarif parkir naik 50% dari sebesar Rp. 500 menjadi Rp. 1000 namun tidak diimbangi dengan perbaikan pelayanan dan keamanan parkir, justru yang ada malah sebaliknya. Pelayanan semakin buruk, kesejahteraan karyawan, satpam, dan petugas parkir juga tidak meningkat, ditambah lagi dengan lebih seringnya frekuensi kehilanggan kendaraan ataupun helm dari para pengguna jasa parkiran. Kini kondisi parkiran juga menjadi semakin semerawut dan mungkin menurut penulis UNJ saat ini lebih layak disebut sebagai terminal dibandingkan seperti sebuah kampus. Parkiran di UNJ hanya seperti kita sedang menggunakan jasa jalan tol saja, harus bayar ketika masuk dan tidak mendapatkan pelayanan yang baik di dalam.
Itu mengenai permasalahan tarif parkir, belum lagi mengenai kebijakan kenaikan biaya kuliah di UNJ untuk mahasiswa angkatan baru 2011 ini. Kenaikan biaya yang sangat tidak rasional karena kenaikannya tidak berkisar 20%-30% dari biaya kuliah tahun sebelumnya, namun kenaikan biaya kuliah angkatan 2011 berkisar antara 50%-80% jika dibandingkan dengan rincian biaya kuliah tahun lalu yang terlampir di BAAK UNJ.
Begitu pun dengan biaya wisuda yang semakin gila-gilaan padahal penyelenggaraan wisuda yang sangat begitu memprihatinkan. Sempat masuk jajaran berita favorit di media elektronik mengenai biaya wisuda yang gila-gilaan mahalnya dibandingkan kampus-kampus negeri lainnya yang ada di Indonesia.
Apalagi yang menjadi keluhan setiap mahasiswa UNJ baik yang paling brandal hingga yang paling alim?Mungkin Sistem Informasi Akademik (SIAKAD) UNJ yang selalu eror ketika disaat mahasiswa benar-benar sedang membutuhkan, seperti pada saat waktu untuk melihat nilai, mengisi kartu rencana studi (KRS). Dari sini sudah tergambar sampai dimana kemampuan IT UNJ? Silahkan pembaca nilai sendiri. Lalu bagaimana dan kemanakah uang bayaran yang naik sampai sebesar itu dengan dalih untuk memperbaiki seluruh elemen kampus? Sudah hampir genap satu semester namun belum ada perbaikan yang berarti.
Jika penulis beristirahat di kantin atau di pojok-pojok kampus tempat biasa para pedagang dan warga sekitar kampus berkumpul, selalu saja terdengan keluhan mereka atas biaya sewa kios, biaya sewa tempat untuk berdagang yang naik sangat tidak bijaksana. Hal ini membuat harga makanan pun menjadi semakin mahal akhirnya. Dan korbannya ya mahasiswa lagi, harus mengeluarkan uang jauh lebih banyak untuk biaya hidup.
Kawan-kawan kelompok peneliti dan sebagian dosen selalu mengeluhkan tentang dana penelitian mereka yang selalu disunat tanpa ada transparansi keuangan yang jelas, pun juga dengan kawan-kawan forum bidik misi dan beasiswa lainnya. Mereka heran kok bisa ya masih saja menyunat dana yang sudah jelas-jelas diperuntukan bagi pengembangan kualitas pendidikan bahkan oleh kementrian pendidikan nasional.
Belum lagi jika mendengar keluhan dari mahasiswa FMIPA yang laboratoriumnya juga tak kunjung dibenahi, malahan sekarang sering kekeringan air di laboratorium FMIPA. Beragam keluhan dan ketidakpuasan dari seluruh elemen kampus atas penyelenggaraan pelayanan kampus yang semakin memburuk menelurkan pertanyaan kemana kenaikan uang yang telah dibayarkan mahasiswa?

1 komentar:

  1. sungguh sangat disayangkan, kampus yang kita cintai ini ternyata tidak dicintai oleh pemimpin-pemimpinnya

    BalasHapus