Setelah enam puluh enam tahun Indonesia merdeka namun kondisi masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia masih jauh dari harapan. Kemiskinan, kebodohan, kesengsaraan, keadilan yang masih jauh panggang dari api, dan masih banyak lagi masalah masalah kebangsaan yang semakin hari semakin bertambah kusut, rumit, dan layaknya bola salju. Lebih miris pula ketika kita melihat realita Indonesia saat ini dengan kaca mata perbandingan besarnya sumber kekayaan alam Indonesia yang sangat melimpah ruah, sungguh kontraproduktif dan dapat dikonklusikan bahwa penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara berbanding terbalik dengan modal atau sumber daya yang ada. Atau mungkin secara lebih radikal penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dikatakan gagal secara kompeherensif.
Berangkat dari wacana ini kami memulai diskusi interaktif kami, sambil memanfaatkan waktu di sela-sela kesibukan berorganisasi dan berkuliah. Beberapa pandangan dari tiap-tiap pemikiran mulai diutarakan ada yang beranggapan banhwa terciptanya penyelenggaraan kehidupan berbangsa yang bobrok seperti ini tidak lain, dan tidak bukan adalah mutlak kesalahan pemimpin-pemimpin negeri ini yang jauh dari cita-cita proklamasi dan jauh dari konsepsi nilai ideal untuk jujur mensejahterakan serta memajukan bangsa. Kemudian banyak pendapat mulai bergulir terkait hal ini, namun diskusi kami tiba-tiba terfokus pada pendapat, kondisi Indonesia seperti ini tidak lepas dari kondisi para pemuda dan lebih khususnya mahasiswa yang kini sudah mulai bergeser semangat, gairah, dan energinya untuk mengisi kemerdekaan Indonesia dengan hal-hal yang prestatif, intelektuil, bermanfaat, dan kontributif. Berganti dengan era hutan rimba dengan iklim persaingan yang ketat dan siapa yang kuat maka dia berjaya, kemudian siapa yang lemah maka dia akan tertindas.
Serentak diskusi mulai bertambah seru dan panas sepertinya memang hal ini menjadi salah satu akar penting penyebab kondisi Indonesia yang jauh dari harapan seperti saat ini, selain faktor pemerintahan, dll. Ternyata setelah diamati dan ditelusuri dari berbagai sumber dan referensi, mahasiswa di zaman ini memang sudah banyak berubah entah mungkin karena terinfeksi virus budaya barat, atau hal-hal lainnya. Mahasiswa kini lebih senang kongkow-kongkow, pergi ke mall, memikirkan dirinya sendiri, pacaran, pergaulan bebas, pergi ke diskotik, atau mungkin main kartu di pojok-pojok kampus dibandingkan dengan untuk turut aktif berorganisasi, meningkatkan kualitas intelektualnya melalui membaca, menulis, diskusi, meneliti, mengkaji, atau lebih perduli terhadap orang-orang disekitarnya. Mahasiswa mulai jauh dari nilai yang disematkan kepadanya seperti bermoral, berintelektual, atau agen of change. Dan lebih pantas tergantikan dengan pragmatis, hedonis, matrealistis, anarkis, dan vandalis.
Kembali menjadi evaluasi kita bersama sebagai mahasiswa yang notabennya sebagai generasi penerus bangsa yang akan meneruskan proses mengisi kemerdekaan Indonesia menuju Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera berdasarkan cita-cita proklamasi dan pancasila. Mari kita mulai budayakan kembali tradisi membaca, menulis, diskusi, mengkaji, meneliti, aktif berorganisasi atau aktif perduli pada kondisi sekitar dan bergerak berkontribusi sesuai dengan bidang yang kita mampu demi terciptanya kehidupan yang damai, sejahtera, makmur, serta keluarga, masyarakat, dan Indonesia seperti cita-cita tuntunan syariat agama, proklamasi, dan reformasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar